Jakarta - Vonis ringan 12 tahun penjara bagi Kweh Teik
Choon (35) oleh Pengadilan Tinggi Banten mengagetkan publik. Kweh lolos
dari tuntutan hukuman mati jaksa atas kepemilikan 358 ribu butir pil
ekstasi dan 48,5 kg sabu-sabu.
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang
juga meloloskan Kweh dari tuntuan vonis mati pada 11 September 2012.
Duduk sebagai ketua majelis hakim Yuningtyas Upiek dengan anggota Asiadi
Sembiring dan Y Siahaan. Upiek sendiri saat memvonis Kweh telah
mengantongi surat promosi menjadi hakum PN Jakarta Selatan (Jaksel) per
21 Juli 2012.
Namun perempuan kelahiran Yogyakarta, 24 Juni 1960
ini harus menyelesaikan perkara di PN Tangerang sebelum pindah ke PN
Jaksel. Sontak, usai memvonis Kweh, Hakim Madya Utama ini pun melenggang
ke PN Jaksel. Adapun Asiadi Sembiring saat ini masih tercatat di PN
Tangerang.
Lantas siapa saja yang mengurangi vonis 20 tahun
menjadi 12 tahun? Mereka adalah hakim tinggi Tewa Madon sebagai ketua
dengan hakim anggota Syamsul Ali dan Widiono. Tewa Madon merupakan hakim
senior dan akan pensiun pertengahan tahun ini. Adapun Syamsul Ali dan
Widiono masih mempunyai karier 10 tahun ke depan sebagai hakim.
"Keduanya
berpotensi menjadi hakim agung atau minimal Ketua Pengadilan Tinggi,"
bisik sumber detikcom di pengadilan, Rabu (27/2/2013).
Kweh
sendiri ditangkap aparat Polres Bandara Khusus Soekarno-Hatta di kamar
46 H Tower Apertemen Taman Anggrek, Jakarta Barat, awal Januari 2012.
Sebelum menangkap terdakwa, polisi terlebih dahulu menangkap Fitri Ezadi
di mana berkas perkaranya dipisah oleh petugas Bea dan Cukai beberapa
saat setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Di apartemen Kweh, ditemukan 7 buah koper yang di dalamnya berisis 358.000 butir pil ekstasi dan 48.500 gram sabu-sabu.
Fitri
sendiri telah divonis MA selama 20 tahun penjara pada 12 Februari 2013.
Duduk sebagai ketua majelis kasasi Dr Artidjo Alkotsar dengan hakim
anggota hakim agung Sri Murwahyuni, dan hakim agung Prof Surya Djaya.
Anehnya, jaksa hanya menuntut Fitri selama 7 tahun penjara.
Artikel Terkait: