Konflik yang terjadi antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI), dinilai terjadi karena perbedaan
wewenang di dua lembaga itu. Polri dinilai memiliki kewenangan yang jauh
lebih besar dibanding TNI, karena berada di bawah jalur instruksi
presiden.
Atas dasar itu, Mantan Presiden RI Bacharuddin Jusuf
Habibie sepakat jika wewenang Polri dibatasi. Menurut dia, pembatasan
itu dapat dijalankan dengan mengalihkan arah instruksi dari presiden
kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
"Ya, Polri harus di bawah
Mendagri, supaya tidak langsung diperintah oleh presiden," ujar Habibie
usai menghadiri sarasehan di Bappenas, Jakarta, Jumat (8/3).
Sementara
itu, Staf Ahli Menteri Pertahanan (Menhan) Mayjend TNI Hartind Asrin
bersepakat dengan pernyataan tersebut. Menurut dia, di berbagai negara,
institusi kepolisian berada di bawah jalur instruksi sebuah departemen
atau kementerian.
"Hal itu sebenarnya berlaku universal di seluruh negara," kata Hartind.
Menurut
Hartind, posisi Polri yang berada langsung di bawah jalur instruksi
presiden perlu ditinjau kembali. "Sebagai institusi sipil, Polri di
bawah presiden itu terlalu luas. Polri harus di bawah Kemendagri atau
satu departemen," terang dia.
Lebih lanjut, Hartind menambahkan,
proses peralihan tersebut tidak dapat dijalankan secara instan. Namun
demikian, hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan unsur kesetaraan
antara TNI dengan Polri.
"Saya kira, proses ini bisa dilakukan dan harus disosialisasikan ke teman Polri," terang Hartind.
Artikel Terkait: